LATAR BELAKANG MASALAH
Masa depan Indonesia ada di pundak generasi penerus bangsa. Merekalah yang akan membangun bangsa ini kelak dengan pengetahuan dan kemampuannya bersaing di dunia global. Membawa bangsa Indonesia dalam percaturan politik, ekonomi, dan kebudayaan bersama bangsa-bangsa lain di panggung dunia. Tanggungjawab generasi penerus bangsa ini bukan main, perlu pembekalan melalui pembelajaran yang matang dan mantap, sehingga tidak tergoyahkan oleh tradisi politik dan kebudayaan yang malas dan korup.
Harapan bangsa ini kepada generasi penerus, yaitu anak-anak Indonesia sungguh besar, akan tetapi harapan itu sekaligus menjadi keraguan tatkala melihat kenyataan saat ini. Yaitu banyak generasi penerus yang tidak mampu mengenyam pendidikan yang layak dan tuntas. Masih banyak generasi penerus yang terlantar di jalanan, di tempat yang tidak semestinya mereka berada. Namun demikian, itulah kenyataan hidup generasi penerus bangsa saat ini. Hidup di bawah terik matahari dan menghirup asap kendaraan setiap harinya. Tidur pun mereka di selasar pertokoan bersama orang tua mereka yang memilih hidup di jalanan.
Pengamen jalanan kini sudah menjadi pilihan mereka yang hidup dalam kemiskinan ekonomi dan kemiskinan pengetahuan. Anak-anak umur belasan tahun secara terpaksa menengadah tangannya di pintu-pintu angkutan kota, di dalam bis kota, bahkan juga di perempatan jalan kota-kota besar di Indonesia. Ada apa dengan kita yang selalu melihat ke atas, melihat kekuasaan hingga terjebak dalam lingkaran politik yang menyesatkan moral? Sering kali kita lupa melihat saudara kita yang hingga saat ini masih mencari nafkah dengan meminta-minta.
FAKTOR PENDORONG
Kehadiran anak jalanan tidak bisa dilepaskan dari keberadaan kota-kota besar. Anak jalanan merupakan fenomena kota besar di mana saja. Semakin cepatperkembangan sebuah kota semakin cepat pula peningkatan jumlah anak jalanan.
Kehidupan di kota-kota besar yang tampak serba gemerlap dengan pernik-pernik kebebasannya ibarat sinar lampu yang mengundang anai-anai . Alasan ekonomi selalu menjadi prioritas untuk diungkapkan jika ditanya apa sebab pengamen melakukan pekerjaan itu. Lalu, apakah persoalan tersebut juga harus dibaca dengan sudut pandang kesenjangan sosial ekonomi semata? Pengamen merupakan salah satu kelompok pinggiran yang tidak bisa dilihat hanya dari bagaimana mereka mempertahankan hidup, tapi juga bagaimana perkembangan kota selalu mempengaruhi kehidupannya. Mereka juga mampu membuka mata mengenai peran kontribusinya yang setiap saat selalu ditutup-tutupi oleh wacana kota yang “bersih, indah dan nyaman”.
Banyaknya anak jalanan yang menempati fasiltas-fasilitas umum di kota-kota,
bukan melulu disebabkan oleh faktor penarik dari kota itu sendiri. Sebaliknya adapula faktor-faktor pendorong yang menyebabkan anak-anak memilih hidup di jalan.
Kehidupan rumah tangga asal anak-anak tersebut merupakan salah satu faktor pendorong penting. Banyak anak jalanan berasal dari keluarga yang diwarnaidengan ketidakharmonisan, baik itu perceraian, percekcokan, hadirnya ayah atau ibu tiri, absennya orang tua baik karena meninggal dunia maupun tidak bisa menjalankan fungsinya. Hal ini kadang semakin diperparah oleh hadirnya kekerasan fisik atau emosional terhadap anak. Keadaan rumah tangga yang demikian sangat potensial untuk mendorong anak lari meninggalkan rumah. Faktor lain yang semakin menjadi alasan anak untuk lari adalah faktor ekonomi rumah tangga. Dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia, semakin banyak keluarga miskin yang semakin terpinggirkan. Situasi itu memaksa setiap anggota keluarga untuk paling tidak bisa menghidupi diri sendiri. Dalam keadaan seperti ini,sangatlah mudah bagi anak untuk terjerumus ke jalan.
ISI PEMBAHASAN
Pengamen adalah seseorang yang kerjanya mengamen atau seseorang yang kerjanya menyanyi dengan peralatan seadanya yang biasanya banyak kita temukan di pinggir- pinggir jalan raya. Tidak hanya di pinggir jalan raya saja tetapi juga terkadang kita temukan di tempat – tempat makan yang terletak di pinggiran jalan, di terminal – terminal bus, bahkan ketika sedang menaiki kendaraan umum seperti bus kota atau mikrolet tak jarang kita temukan pengamen.Di atas tadi telah disebutkan bahwa peralatan yang dipakai pengamen jalanan cukup sederhana. Yang sering kita lihat selama ini yaitu mereka hanya bermodalkan sebuah gitar, entah itu gitar yang berujuran standart ataupun gitar yang berukuran kecil. Bahkan ada juga yang hanya bermodalkan tepuk tangan saja. Yang dimaksud tepuk tangan disini yaitu mereka bernyanyi dengan iringan tepuk tangannya sendiri Ada juga pengamen yang bernyanyi dengan iringan beras yang di masukkan ke dalam botol – botol plastik lalu mereka kocok – kocok sesuai bagaimana iringan lagu untuk lagu yang sedang mereka bawakan.Umur dari para pengamen ini beranekaragam dari mulai usia anak – anak, remaja bahkan dewasa, bahkan tidak sedikit pula pengamen yang sudah berumur.Pengamen cilik atau masih anak – anak biaanya mengamen hanya dengan bernyanyi saja tanpa iringan alat apapun. Tetapi ada juga yang menggunakan tepukan tangannya sendiri atau botol plasitk yang diisi pasir atau beras bahkan juga ada yang memakai kecrekan. Mereka tidak selalu mengamen sendiri, terkadang mereka juga melakukannya dengan berkelompok.Ada juga pengamen yang yah bisa di bilang dalam usia remaja. Kebanyakan dari mereka mengamen dengan memakai gitar akustik.
Ada juga mereka mengamen dengan ara berkelompok yaitu satu diantara mereka sebagai yang bernyanyi dan yang lainnya bermain gitar serta alat – alat sederhana lainnyaPenghasilan yang mereka dapatkan pun tak selalu sama dari hari ke harinya. Dalam jumlah penghasilan disini saya membahas tentang pengamen anak muda atau yang sedang seumuran seperti kita – kita ini antara 15 – 22 tahun. Salah satu jumlah pendapatan dari pengamen yang mengamen di daerah Garuda dekat TMII yaitu bisa mencapai Rp.20.000 per harinya, tergantung keinginan tiap – tiap orang yang ingin mengasihi mereka pada saat itu.Mungkin kita pernah bertanya – tanya dalam hati kecil kita “ Mengapa mereka mengamen ? ”. Salah satu jawaban yang mereka berikan yaitu untuk membeli makan, untuk menambah modal uang hidup sehari – hari, untuk membeli rokok, dsb. Apabila mereka mengamen secara berkelompok maka mereka akan melakukan bagi hasil. Maksudnya yaitu mereka pengamen yang terdiri dari 3 orang, berarti hasil yang mereka dapat pada satu itu akan dibagi secara rata kepada ketiga temannya tersebut, jadi adil keadaannya.Yang paling saya benci dalam kehidupan pengamen khususnya pengamen – pengamen kecil yaitu dimana saat mereka sedang berpanas – panasan melawan teriknya matahari siang untuk mencari uang, orangtua mereka hanya duduk – duduk saja sambil memantau anak – anaknya dari kejauhan yang sedang mengamen. Harusnya anak sekecil mereka tidak sepantasnya berkeliaran di jalanan, harusnya seorang anak seumuran mereka pergi untuk bersekolah menuntut ilmu, tetapi karena keadaan ekonomi mereka yang sangat tidak memungkinkan, maka merekapun akhirnya berkeliaran di jalanan sebagai pengamen.
Maka dari itu, disini saya sangat menegaskan agar teman – teman semua dapat menghargai kehidupan para seniman – seniman jalanan ini , janganlah menganggap mereka kecil, memandang mereka dengan sebelah mata karena kita semua dihadapan Tuhan sama.Seharusnya pemerintah cepat tanggap akan masalah mengenai pengamen – pengamen tersebut. Khususnya bagi mereka – mereka yang masih dalam batas usia sekolah. Seharusnya pemerintah turun tangan untuk memberikan bantuannya berupa sumbangan dana agar mereka dapat bersekolah setidaknya agar mereka dapat membaca, menulis dan berhitung, karena merekalah penerus Bangsa Indonesia nantinya.Pemerintah bisa saja mendirikan tempat tinggal serta pandidikan untuk para pengamen jalanan agae mereka tidak berkeliaran dijalanan.
ANAK-ANAK YANG DIPAKSA DEWASA
Kehidupan yang keras di jalan, ditambah situasi anak itu sendiri di mana merekaharus bertahan hidup, memaksa anak-anak ini menjadi dewasa sebelum waktunya. Apabila anak-anak sebaya mereka masih bermain-main dan dirawat oleh orang dewasa, maka anak-anak jalanan ini sudah harus menghidupi dirisendiri dan mempertahankan hidup. Hanafi, misalnya yang lari dari rumah sejak berusia 9 tahun karena kekerasan fisik oleh ayahnya, harus menghidupi diri sendiridengan mengamen dan menyemir sepatu di sepanjang UGM, atau mengelap kaca mobil yang berhenti di persimpangan jalan. Ia pun masih harus menghadapi teman-teman yang lebih besar atau kadang kala preman-premanyang meminta uang darinya. Keadaan ini memaksanya menjadi seorang ‘anakdewasa’ yang keras, yang ditunjukkan dengan sikapnya yang selalu membantah.
Namun di saat-saat tertentu, masih terlihat sifat anak-anaknya, karena memang sebenarnya ia masih anak.
SOLUSI
Tidak ada solusi yang ampuh untuk mengatasi masalah sosial ini. Mereka hadir di jalanan karena kita memberi peluang kepada mereka untuk meneruskan “profesinya”. Dengan tetap memberi mereka recehan uang, mereka akan terus bergerilya di jalanan karena merasa sangat mudah mencari uang tanpa perlu kerja keras. Seharusnya tugas negaralah untuk mengentaskan mereka dari kepapaan hidup, karena di dalam UUD 1945 disebutkan bahwa “anak yatim dan orang-orang terlantar dipelihara oleh negara”. Tetapi tampaknya Pemerintah Kota (wakil negara) membiarkan kaum jalanan ini tetap beraksi. Razia yang dilakukan terhadap mereka tidak efektif sebab setelah dilepaskan mereka akan kembali lagi ke jalan.Kita yang sering terenyuh dengan pengemis dan pengamen jalanan sering dibuat serba salah. Jika tidak diberi uang, ada perasaan seakan diri kita kikir, tetapi jika diberi uang mereka semakin ketagihan dan akan terus berada di jalanan. anak-anak yang mengamen kita jangan memberi mereka uang, tetapi berilah biskuit atau penganan agar mereka tidak kekurangan gizi. Alasannya adalah pengamen anak-anak ini kemungkinan besar menggunakan uang hasil mengamen untuk membeli kebutuhan yang bersifat merusak tubuh mereka seperti rokok, minuman atau makanan berwarna, bahkan mungkin saja untuk ngelem atau untuk narkoba. Jadi, siapkan di mobil anda permen, biskuit, atau roti ketimbang uang receh. Itu jika anda tetap berniat memberi.
PENUTUP
Citra kriminalitas mudah melekat pada pengamen. Pengamen dianggap malas bekerja dan pembuat onar. Namun demikian, persoalan ini tidak terletak pada pengamen itu, namun merupakan efek dari perubahan kota. Konsep kota ideal yang indah, bersih, dan nyaman harus menyingkirkan konsep-konsep lain yang bertentangan dengannya. Hal ini dapat dibuktikan pada citra pasar modern seperti supermarket menggeser konsep pasar tradisional. Persoalan utama sebenarnya terletak pada penyingkiran ini. Untuk membuat Sebuah Kota bersih, indah, dan nyaman sebenarnya tidak harus meminggirkan pengamen. Artinya, semua pihak perlu menghargai bahwa kota terdiri dari zona-zona yang beragam. Masing-masing zona memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Kehidupan pengamen dapat dikatakan terletak pada zona informal. Mereka memandang tempat mengamen tidak hanya ruang ekonomi, tapi juga ruang sosial, yaitu tempat mereka menunjukkan informalitasnya, mulai dari cara mereka berpakaian sampai ke bahasa yang mereka obrolkan. Pengamen tidak dapat memahami konsep kebijakan modern yang sistematis dan struktural. Harus ada dialog ditengahnya sebelum segala keputusan dilaksanakan.